Senin, 07 September 2009

PERHITUNGAN PAJAK PPH PASAL 21

a. Wajib Pajak orang pribadi atau perseorangan

Setiap orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib Pajak dalam negri, untuk sampai kepada penghasilan kena pajak diberikan pengurangan yang dinamakn Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Besarnya PTKP ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Besarnya PTKP pada tahun 2009 sebagai berikut ini:
1) Rp. 15.840.000,00 tambahan untuk diri Wajib Pajak.
2) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak dengan status kawin.
3) Rp.15.840.000,00 tambahan untuk seorang istri yang memepunyai penghasilan dari usaha atu pekerjaan yang tidaj ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya.
4) Rp. 1.320.000,00 tambahan untuk setiap orang keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3(tiga) orang.
Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto dan setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,- setahun dan Rp. 600.000,- sebulan. (Peraturan pajak tahun 2009)
Tarif PPh pasal 21 yang mulai berlaku tahun 2009 berdasarkan UU No. 39 Tahun 2008:
• Sampai dengan Rp.50.000.000,- tarifnya 5%
• Rp. 50.000.000,- s/d Rp.250.000.000,- tarifnya 15%
• Rp. 250.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- tarifnya 25%
• Diatas Rp.500.000.000,- tarifnya 30%
Tarif pemotong PPh pasal 21 bagi yang tidak memiliki NPWP adalah 20% lebih besar daripada wajib pajak yang mempunyai NPWP
Contoh Kasus:
Agus salah seorang pegawai tetap PT. FAJAR dengan status kawin dan mempunyai anak satu. Penghasilan per tahun terdiri dari gaji sebesar Rp.3.000.000,- tunjangan-tunjangan berjumlah Rp.750.000,-. Melalui PT. FAJAR, Agus tiap bulan membayar premi asuransi tenaga kerja sebesar Rp.50.000.000,- iuran pensiun Rp.25.000,- dan iuran tunjangan hari tua 2,5% dari gaji, 1,5% diantaranya ditanggung oleh PT. FAJAR
Diminta:
1) Hitung PPh pasal 21 yang dipotong atas penghasilan Agus setiap bulan!
2) Hitunglah jika memiliki NPWP dan jika tidak memiliki NPWP!
Jawab:
Penghasilan per bulan Rp.3.000.000
Tunjangan Rp. 750.000
Penghasilan bruto Rp.3.750.000
Dikurangi potongan :
• Biaya Jabatan = Rp.5% x Rp.3.000.000 Rp.100.000
• Premi Asuransi Rp. 50.000
• Iuran Pensiun Rp. 25.000
• THT = 2,5% x Rp.1.250.000 Rp. 12.500
(Rp. 187.500)
Penghasilan neto per bulan Rp.3.562.500
Penghasilan neto pertahun Rp.42.750.000
PTKP (k/1 org)
• Wajib Pajak Rp.15.840.000
• Istri Rp. 1.320.000
• Anak Rp. 1.320.000
(Rp.18.480.000)
PKP Rp. 24.270.000
PPh pasal 21/tahun
5% x Rp.24.270.000 Rp. 1.213.500
PPh pasal 21/ bulan
Rp. 1.213.500 : 12 bulan = Rp. 101.125
Memiliki NPWP:
PPh pasal 21 = 5% x Rp. 24.270.000 Rp. 1.213.500
PPh pasal 21/bulan = Rp.1.213.500 : 12 Rp. 101.125
Tidak memiliki NPWP:
NPWP Rp. 101.125
20% x Rp.101.125 Rp. 20.225
Rp. 121.350

Berita Ekonomi & Moneter

Pemerintah Tak Konsisten, Utang Terus Bertambah
Pemerintah Indonesia diminta mengoptimalkan perannya sebagai negara berkembang dalam pertemuan G-20 yang puncaknya digelar di Pittsburgh, AS, pada 24-25 September 2009.

RI Perkuat Kebijakan Utang Pinjaman Program Proyek Pada 2010 Bertambah US miliar
Pemerintah menyiapkan enam kebijakan pengelolaan utang guna mengantisipasi ketatnya likuiditas dan ketidakpastian pembiayaan dari pasar keuangan global pada 2010.

10 Tantangan Ekonomi Indonesia
Fase krisis ekonomi global sudah terlewati demikian persepsi secara umum, namun pemerintah memperkirakan perekonomian Indonesia di tahun 2010 masih diliputi oleh ketidakpastian. Menteri Keuangan sekaligus Menko Perekonomian Sri Mulyani mengatakan ketidakpastian perekonomian di tahun 2010 adalah seberapa cepat dan kuat pemulihan ekonomi akan terjadi. "Pembangunan ekonomi nasional tahun 2010 menghadapi berbagai tantangan dari global dan domestik yang harus kita jawab dengan langkah-langkah tepat, terukur, nyata dan komprehensif/ Kamis (20/8).


Berita Perpajakan

Bangun Rumah Hingga 400 Meter Bebas Pajak
Ini kabar baik bagi orang yang berencana membangun rumah atau tempat usaha sendiri dengan luas bangunan di bawah 400 meter2 pada tahun depan nanti. Karena Anda tak perlu lagi membayar pajak pertambahan nilai (PPN) lagi.

Restitusi Pajak Dulu, Periksa Belakangan
Ada kabar menyenangkan bagi wajib pajak badan atau perusahaan. Mulai tahun depan, Pemerintah tidak akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sewaktu memproses pengembalian kelebihan pembayaran alias restitusi pajak pertambahan nilai (PPN).

Proyek Pintar Dorong Kepatuhan WP
Direktorat Jenderal Pajak mengharapkan tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) semakin meningkat mulai 2012 seiring selesainya pembangunan proyek Pintar (Project for Indonesia Tax Administration Reform).

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas :

a.Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
b.Impor Barang Kena Pajak;
c.Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
d.Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah .
e.Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau
f.Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.


> Pelaporan Usaha Untuk di Kukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha yang melakukan :
- Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah Pabean; atau
- Melakukan ekspor Barang Kena Pajak,
- Pengusaha Kecil yang memilih dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, wajib melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak setempat untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.


Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah Pengusaha yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP dan atau ekspor BKP yang dikenakan pajak berdasarkan Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP, tidak termasuk Pengusaha Kecil, yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.

Pengusaha Kecil

Pengusaha Kecil dibebaskan dari kewajiban mengenakan/memungut PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) sehingga tidak perlu melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, kecuali apabila Pengusaha Kecil memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Undang-undang PPN berlaku sepenuhnya bagi Pengusaha Kecil tersebut.Pengusaha Kecil adalah Pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000.000,00 (Enam ratus juta rupiah).


Barang Dan Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN

Pada dasarnya semua barang dan jasa merupakan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak, sehingga dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), kecuali jenis barang dan jenis jasa sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 4A Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 tidak dikenakan PPN, yaitu:

A. Jenis Barang Yang Tidak Dikenakan PPN

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, meliputi:
a.Minyak mentah;
b.Gas bumi;
c.Panas bumi;
d.Pasir dan kerikil;
e.Batu bara sebelum diproses menjadi briket batu bara; dan
f. Bijih timah, bijih besi, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit.
g.Barang hasil pertambangan dan pengeboran lainnya yang diambil langsung dari sumbernya.

2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, yaitu :
a.Segala jenis beras dan gabah, seperti beras putih, beras merah, beras ketan hitam atau beras ketan putih dalam bentuk:
- Beras berkulit (padi atau gabah) selain untuk benih;
- Digiling;
- Beras setengah giling atau digiling seluruhnya, disosoh, dikilapkan maupun tidak;
- Beras pecah;
- Menir (groats) dari beras.
b.Segala jenis jagung, seperti jagung putih, jagung kuning, jagung kuning kemerahan atau popcorn (jagung brondong), dalam bentuk:
- Jagung yang telah dikupas maupun belum/ jagung tongkol dan biji jagung/jagung pipilan;
- Munir (groats) / beras jagung, sepanjang masih dalam bentuk butiran.
c.Sagu, dalam bentuk :
- Empulur sagu;
- Tepung, tepung kasar dan bubuk dari sagu.
d.Segala jenis kedelai, seperti kedelai putih, kedelai hijau,kedelai kuning atau kedelai hitam dalam bentuk pecah atau utuh;
e.garam baik yang beryodium maupun tidak berjodium termasuk:
- Garam meja;
- Garam dalam bentuk curah atau kemasan 50 Kg atau lebih, dengan kadar Na CL 94,7 %
(dry basis).

3.Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak; tidak termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha katering atau usaha jasa boga.

4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.

B. Jenis Jasa Yang Tidak Dikenakan PPN
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik, meliputi:
a. Jasa dokter umum, jasa dokter spesialis, jasa dokter gigi;
b. Jasa dokter hewan;
c. Jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gizi,fisioterapi, ahli gigi;
d. Jasa kebidanan, dan dukun bayi;
e. Jasa paramedis, dan perawat; dan
f. Jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium.

2. Jasa di bidang pelayanan sosial, meliputi:
a. Jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b. Jasa pemadam kebakaran kecuali yang bersifat komersial;
c. Jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d. Jasa lembaga rehabilitasi kecuali yang bersifat komersial;
e. Jasa pemakaman termasuk krematorium;
f. Jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial.
g. Jasa pelayanan sosial lainnya kecuali yang bersifat komersial.

3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero);

4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi, meliputi :
a.Jasa perbankan, kecuali jasa penyediaan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga, jasa penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan surat kontrak (perjanjian), serta anjak piutang.
b.Jasa asuransi, tidak termasuk broker asuransi; dan
c.Jasa Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.

5. Jasa di bidang keagamaan, meliputi :
a.Jasa pelayanan rumah ibadah;
b.Jasa pemberian khotbah atau dakwah; dan
c.Jasa lainnya di bidang keagamaan.

6. Jasa di bidang pendidikan, meliputi :
a.Jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan pendidikan profesional;
b.Jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah, seperti kursus-kursus.

7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak tontonan termasuk jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial, seperti pementasan kesenian tradisional yang diselenggarakan secara cuma-cuma.

8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan seperti jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi Pemerintah maupun swasta yang bukan bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.

9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air, meliputi jasa angkutan umum di darat, di laut, di danau maupun di sungai yang dilakukan oleh Pemerintah maupun oleh swasta.

10. Jasa di bidang tenaga kerja, meliputi:
a.Jasa tenaga kerja;
b.Jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang Pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c. Jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

11. Jasa di bidang perhotelan, meliputi:
a. Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.

12. Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (1MB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP).

Pengkreditan Pajak Masukan

a. Bagi PKP yang menyewakan ruangan dapat mengkreditkan PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas perolehan barang dan jasa untuk pengoperasian gedung atau ruangan yang disewakan.

b. Bagi Pihak yang menyewa ruangan:
1) Apabila penyewa adalah PKP, maka PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan yang disewa merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, sepanjang Faktur Pajaknya berupa Faktur Pajak Standar.
2) Apabila ruangan yang disewa mempunyai fungsi ganda misalnya digunakan untuk tempat usaha dan tempat tinggal, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan bagian ruangan yang digunakan untuk tempat usaha. Misalnya bangunan yang disewa terdiri dari tiga lantai, lantai satu digunakan untuk pertokoan, selebihnya digunakan untuk tempat tinggal. PPN (Pajak Masukan) yang dapat dikreditkan adalah sebanding dengan luas ruangan (bangunan) yang digunakan untuk tempat usaha yaitu sepertiga dari jumlah PPN (Pajak Masukan) yang dibayar atas ruangan (bangunan) yang disewa tersebut.
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM)
PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

> Tarif PPN & PPnBM

1.Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen)
2.Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)
3.Tarif PPN dan PPnBM atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen).

> Dasar Penggenaan Pajak (DPP)

Dasar Pengenaan Pajak adalah dasar yang dipakai untuk menghitung pajak yang terutang, berupa: Jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

1. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak (BKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP), tidak termasuk PPN yang dipungut menurut UndangUndang PPN dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

3. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang PPN.

4. Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

5. Nilai lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Nilai lain yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
a. Pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
b. Pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor;
c. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual rata-rata;
d. Penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
e. Persedian BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar yang wajar;
f. Aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan atau yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, sepanjang PPN atas perolehan aktiva tersebut menurut ketentuan dapatdikreditkan, adalah harga pasar wajar;
g. Kendaraan bermotor bekas adalah 10% dari Harga Jual.
h. Penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
i. Jasa pengiriman paket adalah adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
j. Jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
k. Penyerahan BKP dan atau JKP dari Pusat ke Cabang atau sebaliknya dan penyerahan BKP dan atau JKP antar cabang adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor.
l. Penyerahan BKP kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang adalah harga lelang.


> Contoh Cara Menghitung PPN & PPnBM

1. PKP “A” dalam bulan Januari 2001 menjual tunai Barang Kena Pajak kepada PKP “B” dengan Harga Jual Rp. 25.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “A” = 10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00 PPN sebesar Rp. 2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”.

2. PKP “B” dalam bulan Pebruari 2001 melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh Penggantian sebesar Rp. 15.000.000,00 PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B” = 10% x Rp. 15.000.000,00 = Rp. 1.500.000,00 PPN sebesar Rp. 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “B”.

3. Pengusaha Kena Pajak “C” mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan Nilai Impor sebesar Rp. 35.000.000,00 PPN yang dipungut melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai = 10% x Rp. 35.000.000,00 = Rp. 3.500.000,00

4. Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%. Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas
impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut adalah:
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00
b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00
c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00
Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan, maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp. 150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :
a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00
b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00
c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00
PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”. Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”

Minggu, 06 September 2009

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

I. PENGERTIAN

1. Pajak Penghasilan Pasal 21

adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehu­bungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

2. Pemotong PPh Pasal 21

a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan.

b. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah

c. Dana pensiun, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.

d. perusahaan, badan dan bentuk usaha tetap.

e. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

3. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

a. Pegawai tetap

b. Tenaga lepas (seniman, olahragawan, pencera-mah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.

c. Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

d. Penerima honorarium.

e. Penerima upah

f. Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai, dan Aktuaris),

4. Penerima Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21

a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat :

- bukan warga negara Indonesia dan

- di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jaba­tan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;

b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau peker­jaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

5. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

a. penghasilan teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjungan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak,beasiswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apa pun;

b. penghasilan tidak teratur berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap ;

c. upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan;

d. uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT), dan pembayaran lain sejenis;

e. honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dalam negeri;

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan lainnya yang terkait gaji, uang pensiun dan tunjangan lainnya yang terkait dengan uang pensiun;

g. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau wajib pajak yang dikenakan PPh final dan dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus.

6. Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah :

a. pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuran­si bea siswa;

b. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penerimaan dalam bentuk natura sebagaimana dimaksud dalam angka 5 huruf g;

c. iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;

d. penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh Pemerintah;

e. pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja.

f. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

II. LAIN-LAIN

1. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun.

2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21 wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan (form 1721-A1 atau 1721-A2) kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.

3. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan (form 1721-A1 atau 1721-A2 ) diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

Penerima penghasilan wajib menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong Pajak PPh Pasal 21 yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi Subyek Pajak dalam negeri.

Selasa, 25 Agustus 2009

INFORMASI PAJAK TERBARU

Formulir SPT dan Bukti Potong PPh Final, Pasal 23,26,15,22

Dirjen Pajak telah mengeluarkan ketentuan terbaru mengenai bentuk formulir Surat pemberitahuan Pajak (SPT) dan bukti potong Pemotongan dan Pemungutan yang terbaru yang mulai berlaku 1 Oktober 2009, yaitu... [Baca Selengkapnya]

(dibaca 1,168 kali)
Artikel Terkait:
  1. Para Karyawan dan Wajib Pajak Pungut dan Potong Segeralah Miliki NPWP
  2. Penyampaian SPT dalam Bentuk Elektronik
  3. Bentuk Surat Setoran Pajak (SSP) Baru



SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009

Bagi Wajib Pajak Orang pribadi telah terbit peraturan Dirjen Pajak yang mengatur mengenai bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2009 yaitu dengan Peraturan Dirjen... [Baca Selengkapnya]

(dibaca 967 kali)
Artikel Terkait:
  1. Pencatatan Usaha Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. SPT Tahunan PPh Badan 2009
  3. SPT Tahunan PPh Sunset Policy dan 2008
SPT Tahunan PPh Badan 2009 SPT Tahunan PPh Badan 2009

Telah terbit peraturan yang mengatur tentang bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2009 yaitu Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-39/PJ/2009 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan... [Baca Selengkapnya]

(dibaca 620 kali)
Artikel Terkait:
  1. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009
  2. SPT Tahunan PPh Sunset Policy dan 2008
  3. Penghapusan Sanksi Telat Lapor SPT Tahunan

ADA DISINI

SPT-PAJAK


Archive for category SPT Masa

SPT Masa PPh Pasal 22, 23, 4 ayat (2) Baru

Akhirnya datang juga. Ya, akhirnya Dirjen Pajak menetapkan bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15. Penetapan bentuk formulir-formulir SPT Masa tersebut dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2009 tanggal 24 Juli 2009 dan mulai berlaku 1 Oktober 2009.

Semestinya, bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 22, Pasal 23/26 dan Pasal 4 ayat (2) ini sudah ada sejak Januari lalu untuk mengakomodasi banyak perubahan dalam Pajak Penghasilan yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009. Mungkin karena banyak pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga bentuk formulir ini baru ditetapkan sekarang.

PPh Pasal 23

Apa sih yang berubah? Nah, tentu saja perubahan formulir ini mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam ketentuan materialnya. Misalnya, perubahan dalam SPT Masa PPh Pasal 23 adalah dengan menyederhanakan bentuk dengan menghilangkan kolom tarif serta menyebutkan jenis jasa lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. Objek PPh final berupa bunga simpanan koperasi juga dihilangkan karena objek ini sekarang menjadi bagian dari PPh Pasal 4 ayat (2) sehingga munculnya tentu di SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

Perubahan juga dilakukan di bagian PPh Pasal 26 dengan menambahkan objek-objek PPh Pasal 26 baru yang sebelunya tidak nampak di SPT lama seperti premi swap dan transasksi lindung nilai, keuntungan karena pembebasan utang dan penghasilan dari pengalihan saham.

Yang agak menarik bagi saya adalah dalam formulir PPh Pasal 23/26 ini tidak disebutkan jasa konstruksi. Sebelum ini ada sedikit kebimbangan apakah jasa konstruksi ini masuk PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 23 mengingat di Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan jelas adanya jasa konstruksi sebagai objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, memang bahwa jasa konstruksi masuk ke dalam jenis penghasilan khusus yang dikenakan PPh final berdasarkan Pasal 4 ayat (2).

PPh Pasal 22

Seperti juga di SPT Masa PPh Pasal 23, kolom tarif di SPT Masa PPh Pasal 22 juga ditiadakan. Pada bagian jenis objek pajaknya, perubahannya adalah dihilangkannya penghasilan distributor rokok karena pengenaan pajaknya tidak lagi melalui pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 serta munculnya objek pajak baru berupa penjualan barang sangat mewah yang merupakan bagian dari perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan.

Yang agak mengherankan bagi saya adalah tercantumnya objek pajak di angka 6 : Penjualan Migas oleh Pertamina/Badan Usaha Pertamina. Frasa ini seharusnya sudah berubah menjadi : Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas seiring dengan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya, oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007.

Saya menduga bahwa frasa yang pertama di atas sengaja tidak diubah karena belum terbitnya Keputusan Dirjen Pajak sebagai tindak lanjut dari perubahan ini sehingga Keputusan Dirjen Pajak yang menjadi acuan masih Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-417/PJ/2001 di mana dalam Keputusan ini masih menggunakan frasa Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina sebagai pemungut PPh Pasal 22.

PPh Pasal 4 ayat (2)

Berbeda dengan kedua formulir di atas, SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini tetap ada kolom tarif di antara kolom objek dan kolom PPh yang disetor/dipotong. Perbedaan mendasar dengan SPT lama adalah ditambahkannya objek-objek PPh Pasal 4 ayat (2) baru yang belum terakomodasi oleh SPT lama. Objek pajak yang baru dicantumkan ini adalah :

1. Pengalihan hak atas tanah/bangunan bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan kegiatan pengalihan hak atas tanah/bangunan,

2. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada Wajib Pajak Orang Pribadi,

3. Transaksi derivatif berupa kontrak jangka panjang yang diperdagangkan di bursa, dan

4. Dividen yang diterima/diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

Objek pajak berupa dividen dalam point 4 di atas sebenarnya diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) Undang-undang Pajak Penghasilan dan tidak mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh sehingga sebenarnya kurang tetap jika dimasukkan dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini. Tapi mungkin demi kepraktisan dan sifatnya yang sama-sama final sehingga dimasukkan ke SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini.

Download :

PER-43/PJ/2009
SPT Masa PPh Pasal 22
SPT Masa PPh Pasal 23/26
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)

AddThis

, , ,

2 Comments

Sekilas Isi e-SPT Masa PPh Pasal 21

Setelah melakukan instalasi e-SPT Masa PPh Pasal 21, sekarang saya coba mengenalkan sekilas isi dari program e-SPT Masa PPh Pasal 21 ini.

Hal pertama yang harus difahami perbedaan antara e-SPT PPh Pasal 21 yang dulu dan yang baru sekarang adalah bahwa pada e-SPT yang lama SPT Masa PPh Pasal 21 merupakan bagian dari e-SPT PPh Masa di mana di program tersebut terdapat pula proram e-SPT untuk PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 ayat (2) serta e-SPT PPh Pasal 15. e-SPT Tahunan PPh Pasal 21 digabung dengan e-SPT Tahunan PPh Badan. Kini, PPh Pasal 21 memiliki satu program e-SPT tersendiri terpisah dari e-SPT yang lain.

Pada e-SPT Masa PPh Pasal 21 ini masih tetap harus melakukan setting regional Indonesia. Namun demikian, setting ODBC sudah tidak perlu dilakukan karena e-SPT ini sudah otomatis membuatkan database default bernama DBPPHMASAV3. Untuk penggunaan beberapa perusahaan, maka kita perlu membuat beberapa database dengan melakukan setting ODBC sendiri.

Pertama kali masuk program e-SPT ini kita diminta untuk menginputkan NPWP, melakukan login, kemudian meginput data profil perusahaan pemotong PPh Pasal 21. Setelah itu barulah kita akan masuk ke area utama e-SPT Masa PPh Pasal 21.

Ada lima menu utama yaitu : menu Program, SPT PPh, SPT Tools, Utility dan Help. Menu Program digunakan untuk melakukan setting SPT atau membuat SPT dan membuka SPT yang ada. Menu SPT PPh aktif kalau sudah melakukan setting SPT atau membuka SPT. Di menu inilah kita bisa membuat SPT termasuk lampiran-lampirannya.

Menu SPT Tools digunakan untuk menghapus SPT, mencetak SPT dan membuat file pelaporan SPT dalam bentuk csv format. Sementara di menu Utility terdapat submenu profil Wajib Pajak, submenu Referensi untuk mensetting PTKP, BTKP, biaya jabatan dll, submenu setting tarif untuk menetukan tarif Pasal 17 dan tarif final. Submenu lain adalah impor data, ekspor data dan setting username d6an password.

Nah, untuk melihat gambaran isi dari e-SPT PPh Masa, saya sudah menyediakan file powerpoint yang berisi capture dari screen ketika membuka program e-SPT di bawah ini.

1 Comment

Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21

Dengan berlakunya PER-32/PJ/2009, maka mulai masa pajak Juli ini SPT Masa PPh Pasal 21 mengalami perubahan bentuk. Perubahan ini sebenarnya terkait erat dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 yang meniadakan SPT Tahunan PPh Pasal 21 serta berlakunya ketentuan baru Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya di bidang PPh Pasal 21.

Nah, software pembuatan SPT secara elektronik yang kita kenal dengan e-SPT untuk jenis SPT Masa PPh Pasal 21 baru ini juga sudah ada. Sayang sekali saya belum bisa menyediakan download nya. salah satu situs yang menyediakan file download e-SPT ini adalah ortax. Silahkan download di sana.

Di postingan ini saya ingin menampilkan langkah-langkah instalasi program e-SPT PPh Masa Ph Pasal 21 ini. Langkahnya cukup mudah bagi Anda yang biasa ngutak-ngatik komputer, tinggal next-next saja. Mungkin yang ada masalah nanti adalah mengoperasikannya untuk membuat SPT nya.

Berikut ini adalah slide presentasi powerpoint berupa langkah-langkah instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 di komputer.

,

No Comments

SPT Masa PPN 1108

Peraturan Terkait :

1. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-29/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2008 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Dikukuhkan Di Kantor Pelayanan Pajak, Dalam Rangka Pengolahan Data Dan Dokumen Di Pusat Pengolahan Data Dan Dokumen Perpajakan

2. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-112/PJ/2008 tanggal 23 Juni 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat

3. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-127/PJ/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan

4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-170/PJ/2008 tanggal 15 September 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat

5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor 192/PJ/2008 tanggal 19 Nopember 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Utara

Untuk Siapa SPT Masa PPN 1108?

SPT Masa PPN 1108 adalah untuk PKP-PKP tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak yang dalam satu masa pajak faktur pajak keluaran dan faktur pajak masukannya, termasuk nota retur, tidak lebih dari 30 faktur pajak. Nah, PKP-PKP tertentu tersebut adalah PKP-PKP yang terdaftar di KPP-KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat, Selatan, Barat, Timur dan Utara yang saat berlakunya berlainan sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak yang mengaturnya.

Bentuk dan Isi SPT Masa PPN 1108

Formulir SPT Masa PPN 1108 ini terdiri dari formulir induk dan 1108 serta formulir lampiran 1108 A dan 1108 B. Formulir 1108 A adalah merupakan daftar pajak keluaran dan PPnBM sedangkan formulir 1108 B adalah mewrupakan daftar pajak masukan dan PPnBM.

Cara Penulisan dan Pengisian SPT Masa PPN 1108

Formulir SPT Masa PPN 1108 dapat ditulis dengan tulisan tangan dengan menggunakan huruf balok. Pengisian SPT bisa juga menggunakan mesin tik. Pengisian SPT Masa PPN 1108 ini juga bisa dilakukan dengan cara mengetik langsung dalam file PDF yang disediakan (saya baru tahu ternyata ada file pdf yang bisa ditulis/diketik langsung melalui komputer, hehehe).

File pdf, baik yang kosong maupun yang sudah diketik, diprint dengan ukuran kertas folio (paper size 8,5 x 13 inchi). Printernya tidak boleh menggunakan dot matrix.

Download

Formulir SPT Masa PPN 1108

Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN 1108

, ,

1 Comment

SPT Masa PPh Pasal 23/26

Dasar Hukum PPh Pasal 23/26

Dasar hukum pemotongan PPh Pasal 23 adalah Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Objek pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan dan bonus (tarif 15% dari jumlah bruto) dan sewa serta beberapa jenis jasa (tarif 2% dari bruto). Sebagian besar jenis jasa-jasa tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008.

Sementara itu dasar hukum pemotongan PPh Pasal 26 adalah Pasal 26 UU PPh serta beberapa peraturan pelaksanaan seperti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2008, Nomor 257/PMK.03/2008 dan Nomor 258/PMK.03/2008.

Dasar Hukum Bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 23/26

Bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-42/PJ/2008 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-108/PJ.1/1996 Tentang Bentuk Formulir Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan. Silahkan download di link ini untuk melihat bentuk formulir SPT PPh Pasal 23/26 ini.

Apa Isi Dari SPT Masa PPh Pasal 23/26 ini?

Pada dasarnya SPT ini adalah untuk mempertanggungjawabkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23/26 yang terjadi dalam suatu bulan. Jika dalam suatu masa pajak tidak ada objek pemotongan PPh Pasal 23 maka SPT Masa PPh Pasal 23 ini tidak perlu dilakukan.

SPT Masa ini dibuat dua rangkap, satu untuk dilaporkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan satu lagi untuk arsip Wajib Pajak sendiri.

Isi dari formulir induk SPT Masa ini adalah mencerminkan objek PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dengan disajikan pula tarifnya dalam suatu kolom sendiri. Disajikan pula kode MAP dan KJS untuk setiap objek pajak sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk menyetor PPh Pasal 23 untuk objek-objek pajak terkait.

Namun demikian, kalau kita perhatikan, ada beberapa bagian dalam formulir ini yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian. Misal, adanya kolom perkiraan penghasilan neto yang semestinya sekarang sudah tidak ada lagi. Begitu pula dicantumkannya dasar hukum jasa-jasa lain yang sudah tidak berlaku lagi sekarang ini. Ada juga objek pajak berupa bunga simpanan koperasi yang sekarang bukan lagi objek Pph pasal 23 tetapi objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Namun demikian, formulir ini masih tetap bisa dipakai dengan penyesuaian-penyesuaian tentunya karena belum ada perubahan terhadap PER-42/PJ/2008 ini kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 21 yang sudah diatur dengan PER-32/PJ/2009.

Lampiran SPT Masa PPh Pasal 23/26

Lampiran yang harus ada adalah Surat Setoran Pajak lembar ke tiga, daftar bukti pemotongan serta bukti potong PPh Pasal 23/26. Lampiran surat kuasa diperlukan jika SPT Masa ditandatangani oleh kuasa. Jika melakukan penerapan tarif PPh Pasal 26 berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), maka wajib dilampirkan legalisasi Surat Keterangan Domisili (SKD) dari penerima penghasilan.

,

No Comments

SPT Masa PPh Pasal 21 Baru

SPT Masa PPh Pasal 21 berubah! Ya, bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 21 berubah dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2009.

Ketentuan ini mengatur tentang bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 21 yang merupakan kelanjutan dari terbitnya PER-31/PJ/2009 sebagai petunjuk pemotongan PPh Pasal 21. Nama formulir SPT Masa PPh Pasal 21 ini adalah formulir 1721 (sama dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang dulu). Namun demikian, bentuk formulir ini lebih mengikuti format SPT Masa PPh Pasal 21 sebelumnya dengan memberikan ruang terhadap ketentuan-ketentuan baru PPh Pasal 21 seperti ada perhitungan setahun pada masa Desember, adanya kompensasi dari masa sebelumnya dan kompensasi ke masa berikutnya.

Formulir 1721 - I

Formulir ini merupakan daftar bukti pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tetap/penerima pensiun. Fungsinya sama dengan formulir 1721 A dulu. Formulir ini hanya dilampirkan di masa Desember saja. Namun demikian, Wajib Pajak tidak perlu melampirkan formulir 1721 A1 atau A2 sebagaimana dulu di SPT Tahunan PPh Pasal 21.

Formulir 1721 - II

Formulir ini merupakan daftar perubahan pegawai tetap dan hanya dilampirkan pada saat ada pegawai tetap yang keluar atau masuk dan ada pegawai tetap yang baru memiliki NPWP.

Formulir 1721 – T

Formulir ini merupakan daftar pegawai tetap/penerima pensiunan berkala. Dilampirkan hanya pada saat pertama kali Wajib Pajak berkewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21. Bagi Wajib Pajak yang sudah memiliki kewajiban penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21, maka formulir ini harus disampaikan pada masa Juli 2009.

Formulir 1721 A1 atau A2

Formulir ini kalau dilihat sepintas sama saja dengan formulir 1721 A1-A2 yang lama, fungsinyapun sama saja, hanya saja formulir ini sekarang merupakan pendukung dari formulir SPT Masa PPh Pasal 21 pada bulan Desember saja walaupun tidak dilampirkan.

Bukti Potong PPh Pasal 21 Non Pegawai Tetap

Untuk SPT Masa PPh Pasal 21 masa Januari sampai dengan Desember, tetap saja ada daftar bukti potong dan bukti potong untuk penerima penghasilan selain pegawai tetap. Nah, kalau praktek seperti ini sama saja dengan sebelumnya. Yang membedakan mungkin di masa Desember yang ada perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap selama setahun.