Selasa, 25 Agustus 2009

INFORMASI PAJAK TERBARU

Formulir SPT dan Bukti Potong PPh Final, Pasal 23,26,15,22

Dirjen Pajak telah mengeluarkan ketentuan terbaru mengenai bentuk formulir Surat pemberitahuan Pajak (SPT) dan bukti potong Pemotongan dan Pemungutan yang terbaru yang mulai berlaku 1 Oktober 2009, yaitu... [Baca Selengkapnya]

(dibaca 1,168 kali)
Artikel Terkait:
  1. Para Karyawan dan Wajib Pajak Pungut dan Potong Segeralah Miliki NPWP
  2. Penyampaian SPT dalam Bentuk Elektronik
  3. Bentuk Surat Setoran Pajak (SSP) Baru



SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009 SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009

Bagi Wajib Pajak Orang pribadi telah terbit peraturan Dirjen Pajak yang mengatur mengenai bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk tahun pajak 2009 yaitu dengan Peraturan Dirjen... [Baca Selengkapnya]

(dibaca 967 kali)
Artikel Terkait:
  1. Pencatatan Usaha Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. SPT Tahunan PPh Badan 2009
  3. SPT Tahunan PPh Sunset Policy dan 2008
SPT Tahunan PPh Badan 2009 SPT Tahunan PPh Badan 2009

Telah terbit peraturan yang mengatur tentang bentuk dan petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2009 yaitu Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-39/PJ/2009 tentang Surat Pemberitahuan Tahunan... [Baca Selengkapnya]

(dibaca 620 kali)
Artikel Terkait:
  1. SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 2009
  2. SPT Tahunan PPh Sunset Policy dan 2008
  3. Penghapusan Sanksi Telat Lapor SPT Tahunan

ADA DISINI

SPT-PAJAK


Archive for category SPT Masa

SPT Masa PPh Pasal 22, 23, 4 ayat (2) Baru

Akhirnya datang juga. Ya, akhirnya Dirjen Pajak menetapkan bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh Pasal 15. Penetapan bentuk formulir-formulir SPT Masa tersebut dilakukan dengan diterbitkannya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-43/PJ/2009 tanggal 24 Juli 2009 dan mulai berlaku 1 Oktober 2009.

Semestinya, bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 22, Pasal 23/26 dan Pasal 4 ayat (2) ini sudah ada sejak Januari lalu untuk mengakomodasi banyak perubahan dalam Pajak Penghasilan yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2009. Mungkin karena banyak pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga bentuk formulir ini baru ditetapkan sekarang.

PPh Pasal 23

Apa sih yang berubah? Nah, tentu saja perubahan formulir ini mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam ketentuan materialnya. Misalnya, perubahan dalam SPT Masa PPh Pasal 23 adalah dengan menyederhanakan bentuk dengan menghilangkan kolom tarif serta menyebutkan jenis jasa lain sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008. Objek PPh final berupa bunga simpanan koperasi juga dihilangkan karena objek ini sekarang menjadi bagian dari PPh Pasal 4 ayat (2) sehingga munculnya tentu di SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

Perubahan juga dilakukan di bagian PPh Pasal 26 dengan menambahkan objek-objek PPh Pasal 26 baru yang sebelunya tidak nampak di SPT lama seperti premi swap dan transasksi lindung nilai, keuntungan karena pembebasan utang dan penghasilan dari pengalihan saham.

Yang agak menarik bagi saya adalah dalam formulir PPh Pasal 23/26 ini tidak disebutkan jasa konstruksi. Sebelum ini ada sedikit kebimbangan apakah jasa konstruksi ini masuk PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Pasal 23 mengingat di Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 disebutkan jelas adanya jasa konstruksi sebagai objek PPh Pasal 23. Dengan demikian, memang bahwa jasa konstruksi masuk ke dalam jenis penghasilan khusus yang dikenakan PPh final berdasarkan Pasal 4 ayat (2).

PPh Pasal 22

Seperti juga di SPT Masa PPh Pasal 23, kolom tarif di SPT Masa PPh Pasal 22 juga ditiadakan. Pada bagian jenis objek pajaknya, perubahannya adalah dihilangkannya penghasilan distributor rokok karena pengenaan pajaknya tidak lagi melalui pemotongan/pemungutan PPh Pasal 22 serta munculnya objek pajak baru berupa penjualan barang sangat mewah yang merupakan bagian dari perubahan Undang-undang Pajak Penghasilan.

Yang agak mengherankan bagi saya adalah tercantumnya objek pajak di angka 6 : Penjualan Migas oleh Pertamina/Badan Usaha Pertamina. Frasa ini seharusnya sudah berubah menjadi : Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas seiring dengan perubahan terhadap Keputusan Menteri Keuangan Nomor 254/KMK.03/2001 tentang Penunjukan Pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22, Sifat Dan Besarnya Pungutan Serta Tata Cara Penyetoran Dan Pelaporannya, oleh Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2007.

Saya menduga bahwa frasa yang pertama di atas sengaja tidak diubah karena belum terbitnya Keputusan Dirjen Pajak sebagai tindak lanjut dari perubahan ini sehingga Keputusan Dirjen Pajak yang menjadi acuan masih Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-417/PJ/2001 di mana dalam Keputusan ini masih menggunakan frasa Pertamina/Badan Usaha Selain Pertamina sebagai pemungut PPh Pasal 22.

PPh Pasal 4 ayat (2)

Berbeda dengan kedua formulir di atas, SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini tetap ada kolom tarif di antara kolom objek dan kolom PPh yang disetor/dipotong. Perbedaan mendasar dengan SPT lama adalah ditambahkannya objek-objek PPh Pasal 4 ayat (2) baru yang belum terakomodasi oleh SPT lama. Objek pajak yang baru dicantumkan ini adalah :

1. Pengalihan hak atas tanah/bangunan bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan kegiatan pengalihan hak atas tanah/bangunan,

2. Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada Wajib Pajak Orang Pribadi,

3. Transaksi derivatif berupa kontrak jangka panjang yang diperdagangkan di bursa, dan

4. Dividen yang diterima/diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri.

Objek pajak berupa dividen dalam point 4 di atas sebenarnya diatur dalam Pasal 17 ayat (2c) Undang-undang Pajak Penghasilan dan tidak mengacu pada Pasal 4 ayat (2) Undang-undang PPh sehingga sebenarnya kurang tetap jika dimasukkan dalam SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini. Tapi mungkin demi kepraktisan dan sifatnya yang sama-sama final sehingga dimasukkan ke SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) ini.

Download :

PER-43/PJ/2009
SPT Masa PPh Pasal 22
SPT Masa PPh Pasal 23/26
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2)

AddThis

, , ,

2 Comments

Sekilas Isi e-SPT Masa PPh Pasal 21

Setelah melakukan instalasi e-SPT Masa PPh Pasal 21, sekarang saya coba mengenalkan sekilas isi dari program e-SPT Masa PPh Pasal 21 ini.

Hal pertama yang harus difahami perbedaan antara e-SPT PPh Pasal 21 yang dulu dan yang baru sekarang adalah bahwa pada e-SPT yang lama SPT Masa PPh Pasal 21 merupakan bagian dari e-SPT PPh Masa di mana di program tersebut terdapat pula proram e-SPT untuk PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 4 ayat (2) serta e-SPT PPh Pasal 15. e-SPT Tahunan PPh Pasal 21 digabung dengan e-SPT Tahunan PPh Badan. Kini, PPh Pasal 21 memiliki satu program e-SPT tersendiri terpisah dari e-SPT yang lain.

Pada e-SPT Masa PPh Pasal 21 ini masih tetap harus melakukan setting regional Indonesia. Namun demikian, setting ODBC sudah tidak perlu dilakukan karena e-SPT ini sudah otomatis membuatkan database default bernama DBPPHMASAV3. Untuk penggunaan beberapa perusahaan, maka kita perlu membuat beberapa database dengan melakukan setting ODBC sendiri.

Pertama kali masuk program e-SPT ini kita diminta untuk menginputkan NPWP, melakukan login, kemudian meginput data profil perusahaan pemotong PPh Pasal 21. Setelah itu barulah kita akan masuk ke area utama e-SPT Masa PPh Pasal 21.

Ada lima menu utama yaitu : menu Program, SPT PPh, SPT Tools, Utility dan Help. Menu Program digunakan untuk melakukan setting SPT atau membuat SPT dan membuka SPT yang ada. Menu SPT PPh aktif kalau sudah melakukan setting SPT atau membuka SPT. Di menu inilah kita bisa membuat SPT termasuk lampiran-lampirannya.

Menu SPT Tools digunakan untuk menghapus SPT, mencetak SPT dan membuat file pelaporan SPT dalam bentuk csv format. Sementara di menu Utility terdapat submenu profil Wajib Pajak, submenu Referensi untuk mensetting PTKP, BTKP, biaya jabatan dll, submenu setting tarif untuk menetukan tarif Pasal 17 dan tarif final. Submenu lain adalah impor data, ekspor data dan setting username d6an password.

Nah, untuk melihat gambaran isi dari e-SPT PPh Masa, saya sudah menyediakan file powerpoint yang berisi capture dari screen ketika membuka program e-SPT di bawah ini.

1 Comment

Cara Instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21

Dengan berlakunya PER-32/PJ/2009, maka mulai masa pajak Juli ini SPT Masa PPh Pasal 21 mengalami perubahan bentuk. Perubahan ini sebenarnya terkait erat dengan berlakunya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 yang meniadakan SPT Tahunan PPh Pasal 21 serta berlakunya ketentuan baru Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya di bidang PPh Pasal 21.

Nah, software pembuatan SPT secara elektronik yang kita kenal dengan e-SPT untuk jenis SPT Masa PPh Pasal 21 baru ini juga sudah ada. Sayang sekali saya belum bisa menyediakan download nya. salah satu situs yang menyediakan file download e-SPT ini adalah ortax. Silahkan download di sana.

Di postingan ini saya ingin menampilkan langkah-langkah instalasi program e-SPT PPh Masa Ph Pasal 21 ini. Langkahnya cukup mudah bagi Anda yang biasa ngutak-ngatik komputer, tinggal next-next saja. Mungkin yang ada masalah nanti adalah mengoperasikannya untuk membuat SPT nya.

Berikut ini adalah slide presentasi powerpoint berupa langkah-langkah instalasi e-SPT PPh Masa PPh Pasal 21 di komputer.

,

No Comments

SPT Masa PPN 1108

Peraturan Terkait :

1. Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-29/PJ/2009 tanggal 23 Juni 2008 tentang Bentuk, Isi, Dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) Dalam Bentuk Formulir Kertas (Hard Copy) Bagi Pengusaha Kena Pajak Yang Dikukuhkan Di Kantor Pelayanan Pajak, Dalam Rangka Pengolahan Data Dan Dokumen Di Pusat Pengolahan Data Dan Dokumen Perpajakan

2. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-112/PJ/2008 tanggal 23 Juni 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Pusat

3. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-127/PJ/2008 tanggal 11 Agustus 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan

4. Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-170/PJ/2008 tanggal 15 September 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat

5. Keputusan Dirjen Pajak Nomor 192/PJ/2008 tanggal 19 Nopember 2008 tentang Tempat Dan Saat Mulai Berlakunya SPT Masa PPN Formulir 1108 Pada Kantor Pelayanan Pajak Di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Timur dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Utara

Untuk Siapa SPT Masa PPN 1108?

SPT Masa PPN 1108 adalah untuk PKP-PKP tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen Pajak yang dalam satu masa pajak faktur pajak keluaran dan faktur pajak masukannya, termasuk nota retur, tidak lebih dari 30 faktur pajak. Nah, PKP-PKP tertentu tersebut adalah PKP-PKP yang terdaftar di KPP-KPP di lingkungan Kanwil DJP Jakarta Pusat, Selatan, Barat, Timur dan Utara yang saat berlakunya berlainan sesuai dengan Keputusan Dirjen Pajak yang mengaturnya.

Bentuk dan Isi SPT Masa PPN 1108

Formulir SPT Masa PPN 1108 ini terdiri dari formulir induk dan 1108 serta formulir lampiran 1108 A dan 1108 B. Formulir 1108 A adalah merupakan daftar pajak keluaran dan PPnBM sedangkan formulir 1108 B adalah mewrupakan daftar pajak masukan dan PPnBM.

Cara Penulisan dan Pengisian SPT Masa PPN 1108

Formulir SPT Masa PPN 1108 dapat ditulis dengan tulisan tangan dengan menggunakan huruf balok. Pengisian SPT bisa juga menggunakan mesin tik. Pengisian SPT Masa PPN 1108 ini juga bisa dilakukan dengan cara mengetik langsung dalam file PDF yang disediakan (saya baru tahu ternyata ada file pdf yang bisa ditulis/diketik langsung melalui komputer, hehehe).

File pdf, baik yang kosong maupun yang sudah diketik, diprint dengan ukuran kertas folio (paper size 8,5 x 13 inchi). Printernya tidak boleh menggunakan dot matrix.

Download

Formulir SPT Masa PPN 1108

Petunjuk Pengisian SPT Masa PPN 1108

, ,

1 Comment

SPT Masa PPh Pasal 23/26

Dasar Hukum PPh Pasal 23/26

Dasar hukum pemotongan PPh Pasal 23 adalah Pasal 23 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Objek pemotongan PPh Pasal 23 ini adalah dividen, bunga, royalti, hadiah, penghargaan dan bonus (tarif 15% dari jumlah bruto) dan sewa serta beberapa jenis jasa (tarif 2% dari bruto). Sebagian besar jenis jasa-jasa tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008.

Sementara itu dasar hukum pemotongan PPh Pasal 26 adalah Pasal 26 UU PPh serta beberapa peraturan pelaksanaan seperti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2008, Nomor 257/PMK.03/2008 dan Nomor 258/PMK.03/2008.

Dasar Hukum Bentuk Formulir SPT Masa PPh Pasal 23/26

Bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-42/PJ/2008 tentang Perubahan Kelima Atas Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-108/PJ.1/1996 Tentang Bentuk Formulir Pemotongan/Pemungutan Pajak Penghasilan. Silahkan download di link ini untuk melihat bentuk formulir SPT PPh Pasal 23/26 ini.

Apa Isi Dari SPT Masa PPh Pasal 23/26 ini?

Pada dasarnya SPT ini adalah untuk mempertanggungjawabkan kewajiban pemotongan PPh Pasal 23/26 yang terjadi dalam suatu bulan. Jika dalam suatu masa pajak tidak ada objek pemotongan PPh Pasal 23 maka SPT Masa PPh Pasal 23 ini tidak perlu dilakukan.

SPT Masa ini dibuat dua rangkap, satu untuk dilaporkan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar dan satu lagi untuk arsip Wajib Pajak sendiri.

Isi dari formulir induk SPT Masa ini adalah mencerminkan objek PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dengan disajikan pula tarifnya dalam suatu kolom sendiri. Disajikan pula kode MAP dan KJS untuk setiap objek pajak sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk menyetor PPh Pasal 23 untuk objek-objek pajak terkait.

Namun demikian, kalau kita perhatikan, ada beberapa bagian dalam formulir ini yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi kekinian. Misal, adanya kolom perkiraan penghasilan neto yang semestinya sekarang sudah tidak ada lagi. Begitu pula dicantumkannya dasar hukum jasa-jasa lain yang sudah tidak berlaku lagi sekarang ini. Ada juga objek pajak berupa bunga simpanan koperasi yang sekarang bukan lagi objek Pph pasal 23 tetapi objek PPh Pasal 4 ayat (2).

Namun demikian, formulir ini masih tetap bisa dipakai dengan penyesuaian-penyesuaian tentunya karena belum ada perubahan terhadap PER-42/PJ/2008 ini kecuali untuk SPT Masa PPh Pasal 21 yang sudah diatur dengan PER-32/PJ/2009.

Lampiran SPT Masa PPh Pasal 23/26

Lampiran yang harus ada adalah Surat Setoran Pajak lembar ke tiga, daftar bukti pemotongan serta bukti potong PPh Pasal 23/26. Lampiran surat kuasa diperlukan jika SPT Masa ditandatangani oleh kuasa. Jika melakukan penerapan tarif PPh Pasal 26 berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), maka wajib dilampirkan legalisasi Surat Keterangan Domisili (SKD) dari penerima penghasilan.

,

No Comments

SPT Masa PPh Pasal 21 Baru

SPT Masa PPh Pasal 21 berubah! Ya, bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 21 berubah dengan terbitnya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2009.

Ketentuan ini mengatur tentang bentuk formulir SPT Masa PPh Pasal 21 yang merupakan kelanjutan dari terbitnya PER-31/PJ/2009 sebagai petunjuk pemotongan PPh Pasal 21. Nama formulir SPT Masa PPh Pasal 21 ini adalah formulir 1721 (sama dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21 yang dulu). Namun demikian, bentuk formulir ini lebih mengikuti format SPT Masa PPh Pasal 21 sebelumnya dengan memberikan ruang terhadap ketentuan-ketentuan baru PPh Pasal 21 seperti ada perhitungan setahun pada masa Desember, adanya kompensasi dari masa sebelumnya dan kompensasi ke masa berikutnya.

Formulir 1721 - I

Formulir ini merupakan daftar bukti pemotongan PPh Pasal 21 pegawai tetap/penerima pensiun. Fungsinya sama dengan formulir 1721 A dulu. Formulir ini hanya dilampirkan di masa Desember saja. Namun demikian, Wajib Pajak tidak perlu melampirkan formulir 1721 A1 atau A2 sebagaimana dulu di SPT Tahunan PPh Pasal 21.

Formulir 1721 - II

Formulir ini merupakan daftar perubahan pegawai tetap dan hanya dilampirkan pada saat ada pegawai tetap yang keluar atau masuk dan ada pegawai tetap yang baru memiliki NPWP.

Formulir 1721 – T

Formulir ini merupakan daftar pegawai tetap/penerima pensiunan berkala. Dilampirkan hanya pada saat pertama kali Wajib Pajak berkewajiban menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21. Bagi Wajib Pajak yang sudah memiliki kewajiban penyampaian SPT Masa PPh Pasal 21, maka formulir ini harus disampaikan pada masa Juli 2009.

Formulir 1721 A1 atau A2

Formulir ini kalau dilihat sepintas sama saja dengan formulir 1721 A1-A2 yang lama, fungsinyapun sama saja, hanya saja formulir ini sekarang merupakan pendukung dari formulir SPT Masa PPh Pasal 21 pada bulan Desember saja walaupun tidak dilampirkan.

Bukti Potong PPh Pasal 21 Non Pegawai Tetap

Untuk SPT Masa PPh Pasal 21 masa Januari sampai dengan Desember, tetap saja ada daftar bukti potong dan bukti potong untuk penerima penghasilan selain pegawai tetap. Nah, kalau praktek seperti ini sama saja dengan sebelumnya. Yang membedakan mungkin di masa Desember yang ada perhitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap selama setahun.

Jurnal Pajak Pertambahan Nilai

Sebagaimana kita ketahui, fihak yang dikenakan kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai (disingkat PPN) adalah Pengusaha Kena Pajak (disingkat PKP). PKP diwajibkan untuk memungut PPN ketika melakukan penjualan barang atau jasa. Bagi PKP, PPN yang dipungut ini disebut Pajak Keluaran (biasa disingkat PK). Sebaliknya, ketika PKP membeli barang atau jasa, PKP mungkin juga dipungut PPN oleh suplier atau penyedia jasanya. PPN yang dibayar ketika membeli barang atau jasa ini disebut sebagai Pajak Masukan (biasa disingkat PM).

Nah, dalam satu bulan, seluruh pajak keluaran dikurangi dengan seluruh pajak masukan. Jika selisihnya positif di mana PK lebih besar dari PM, PKP harus menyetorkan jumlah tersebut ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Jika ternyata selisihnya negatif, maka terjadi lebih bayar. PKP bisa memperhitungkan kelebihan bayar ini dengan perhitungan bulan berikutnya. Proses ini disebut kompensasi. Bisa juga PKP meminta kelebihan bayar tersebut. Proses ini disebut restitusi.

Jurnal Akuntansi PPN Keluaran

Bagaimanakah jurnal akuntasi pada saat pemungutan PPN oleh PKP? Nah, yang harus diingat adalah bahwa ketika PKP melakukan pemungutan PPN, pajak keluaran yang dipungut pada hakikatnya adalah milik negara sehingga pajak keluaran merupakan hutang bagi PKP. Misal, tanggal 20 Oktober 2008, PT ABC (PKP) menjual barang dagangannya dengan harga Rp100.000.000,-. Pajak keluaran yang dipungut adalah Rp10.000.000,-. Jurnal akuntansi pada saat penjualan ini adalah sebagai berikut :

Kas 110.000.000 (D)

Penjualan 100.000.000 (K)

Pajak Keluaran 10.000.000 (K)

Perhatikan bahwa, kas yang diterima adalah Rp110.000.000,- yaitu harga jual dan PPN yang dipungut. Perkiraan Penjualan kredit sebesar Rp100.000.000,- dan hutang pajak keluaran Rp10.000.000,-. Jika penjualan kredit, maka perkiraan kas diganti dengan piutang dagang.

Jurnal Akuntansi PPN Masukan

Kebalikan dari PPN keluaran, PPN masukan pada hakikatnya adalah piutang karena PPN yang dibayar dapat diklaim ke negara. Nah, dari sudut pandang ini kita bisa tahu nantinya bahwa akun Pajak Masukan ada di bagian kredit dalam jurnal akuntansinya. Contoh, pada tanggal 25 Oktober 2008 PT ABC (PKP) membeli barang untuk persediaan barang daganganya dari PT DEF (PKP). Harga belinya adalah Rp70.000.000,- dan PPN masukan yang dibayar adalah Rp7.000.000,-. Jurnal akuntansinya adalah :

Pembelian 70.000.000 (D)

Pajak Masukan 7.000.000 (D)

Kas 77.000.000 (K)

Perhatikan bahwa kas yang dikeluarkan adalah Rp77.000.000,- yang terdiri dari harga beli Rp70.000.000,- dan PPN masukan Rp7.000.000,-. Jika pembelian dilakukan secara kredit, akun kas diganti dengan hutang dagang.

Jurnal Akuntansi Pembayaran PPN

Seluruh pajak keluaran dan pajak masukan selama sebulan diperhitungkan dalam SPT Masa PPN. Jika PK lebih besar dari PM maka PKP masih harus membayar selisihnya ke kas negara. Berdasarkan contoh PT ABC di atas, dengan asumsi tidak ada transaksi lain, maka jurnal perhitungannya adalah sebagai berikut :

Pajak Keluaran 10.000.000 (D)

Pajak Masukan 7.000.000 (K)

Kas 3.000.000 (K)

Perhatikan bahwa dengan membalikkan perkiraan Pajak Keluaran dan Pajak Masukan, maka hutang piutang PPN ini seolah-olah sudah dilunasi. Selisih pajak keluaran di atas pajak masukan Rp3.000.000,- merupakan kewajiban PKP untuk melunasinya.

mengenai pajak pph

Hakikat Pajak

Apa sih Pajak Penghasilan itu? Pertanyaan inilah yang coba saya jawab dalam tulisan saya kali ini. Sebelum saya menjelaskan tentang apa itu Pajak Penghasilan, ada baiknya saya menjelaskan dulu pengertian tentang pajak.

Pengertian pajak dapat kita temukan dalam Undang-undang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. Di Undang-undang tersebut dijelaskan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa di mana si pembayar pajak tidak akan menerima imbalan langsung atas pembayaran pajaknya dan pajak ini digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pajak yang sifatnya memaksa ini harus ditetapkan dengan Undang-undang. Ini berarti bahwa pajak adalah produk wakil rakyat karena setiap undang-undang dibahas di DPR dan disahkan oleh DPR. Dengan demikian ketentuan pajak adalah merupakan hukum positif yang, seperti undang-undang yang lain, harus ditaati oleh seluruh rakyat Indonesia. Agar ketentuan pajak ini bisa dilaksanakan, undang-undang pajak juga biasanya akan mengatur sanksi apabila ketentuan pajak tidak dilaksanakan.

Nah, Pajak Penghasilan karena sifatnya sebagai pajak maka ia punya kekuatan memaksa kepada warga negara dan warga negara sebagai pembayar pajak tidak bisa menuntut imbalan langsung karena manfaat pajak sifatnya tidak langsung di semua warga negara akan menikmati manfaat pajak tanpa melihat besarnya pajak yang dia bayar.

Hakikat Pajak Penghasilan

Nah, mari sekarang kita lihat pengertian Pajak Penghasilan yang biasa disingkat PPh ini. Sebagai rujukan, coba kita perhatikan Pasal 1 Undang-undang Pajak Penghasilan :

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas Penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak

Jadi, PPh akan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Hampir semua kita sebagai warga negara Indonesia adalah subjek pajak. Apakah semua subjek pajak akan dikenakan PPh? Tidak, hanya yang memiliki penghasilan saja yang dikenakan PPh. Apakah semua yang memiliki penghasilan akan dikenakan PPh? Jawabnya tidak, karena ada batas penghasilan dalam satu tahun di mana jika penghasilan seseorang masih di bawah batas itu, maka dia tidak akan kena PPh. Batas inilah yang kita kenal sebagai PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak).

Satu hal yang harus difahami adalah bahwa penghitungan PPh dilakukan dalam satu periode tertentu yaitu satu tahun. Dengan demikian, penghitungan PPh akan dilakukan setahun sekali. Demikian juga pada akhirnya administrasi perpajakan akan dilakukan secara tahunan. Dari pemahaman ini pula kita bisa memahami bahwa Wajib Pajak pada akhirnya akan melaporkan penghitungan PPh secara tahunan sehingga kita kenal ada SPT Tahunan 2006, SPT Tahunan 2007 dan seterusnya.

Ok. Bisa kita simpulkan bahwa PPh dikenakan terhadap orang yang penghasilannya melebihi batas PTKP dalam satu tahun. Nah, apa hubungannya dengan NPWP? NPWP pada hakikatnya adalah alat pemerintah untuk mengawasi kewajiban pajak warga negara. Semakin banyak wajib pajak yang masuk dalam sistem administrasi perpajakan melalui kepemilikan NPWP maka akan semakin mudah pemerintah melakukan pengawasan. Dalam konteks inilah muncul adanya sunset policy di mana undang-undang pajak memberikan semacam kompensasi tidak dikenakan sanksi jika orang sukarela mendaftarkan diri untuk memiliki NPWP.

Jika seseorang Wajib Pajak telah memiliki NPWP, maka timbullah kewajiban untuk melaporkan besarnya PPh yang menjadi kewajibannya. Pelaporan ini dituangkan dalam suatu formulir khusus yang biasa disebut Surat Pemberitahuan atau disingkat sebagai SPT.